Secara perlahan, Kecamatan Benda terus menggali potensinya. Salah satunya adalah dengan melahirkan baju batik. Batik ini diberinama Batik Bujug Buneng yang ada di Kelurahan Jurumudi Baru, Benda.
Batik yang lahir di tapal batas Kota Tangerang ini perlahan mulai dilirik banyak orang. Lurah Jurumudi Baru, Agung Pujarama menuturkan, batik tersebut bermula dari sejumlah pegiat Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang menginginkan produk berbeda dari UKM pada umumnya. Bila umumnya UKM memproduksi makanan sebagai oleh khas, pegiat UKM Jurumudi Baru menginginkan batik sebagai oleh-oleh sekaligus produk budaya dari Kota Tangerang. "Itu (makanan) umum tapi kalau yang ini (Batik Bujug Buneng) belum ada di Tangerang,katanya.
Dia menjelaskan batik bermotif pohon benda tersebut merupakan hasil perenungan sejarah Kecamatan Benda. Dahulu, lanjutnya, di sekitar Kecamatan Batuceper banyak ditumbuhi pohon benda. Dikatakannya, pohon tersebut memiliki buah yang mirip dengan nangka. Namun belakangan, kata Agung, pohon itu tergusur pembangunan industri di Batuceper dan Benda.
"Sekarang hanya tinggal beberapa. Dulu, Batuceper dan Benda kan gabung, itu di jembatan Ceper sampingnya kan banyak pohon yang daun lebar-lebar, itulah pohonnya. Di pedalaman saja masih ada, seperti di Belendung," jelasnya.
Batik Bujug Buneng merupakan produk UKM di Jurumudi yang terbilang muda. Batik ini mulai diproduksi untuk umum mulai 2015, sejak saat itu Batik ini mulai diperkenalkan ke berbagai kalangan. Motifnya yang sederhana dengan warna lembut membuat batik ini tak begitu sulit mendapatkan tempat di hati para penikmat batik. Dari pameran ke pameran, Dewi sang penggiat Batik Bujug Buneng terus berupaya mengenalkan corak batiknya tersebut.
"Batik ini kita upayakan untuk sering muncul di pameran. Beberapa pameran yang pernah didatangi seperti di Maluku, Jakarta, Serang, kalau sekarang kebetulan sedang pameran juga di JCC, Jakarta Pusat," tambahnya.
Pemasaran produk UKM ini, diakui Agung, memang belum begitu luas. Namun, pihaknya akan terus berinovasi dan bereksperimen mengembangkan batik kebanggannya tersebut. Salah satu pengembangan yang sudah dilakukan pihaknya adalah pengemasan. Kemasan bati dibuat seapik mungkin untuk menarik orang agar membeli. Selain kemasan, tambah Agung, kualitas bahan juga menjad perhatian penting pihaknya, hal tersebut demi menjaga kualitas warna dan corak batik tersebut. "Kita main dicorak dan kualitas bahan, kalau bersaing harga belum bisa," katanya.
Agung beralasan, pihaknya belum mampu bersaing harga karena terkendala modal. Berbeda dengan merk yang sudah beredar luas yang pro, Batik Bujug Buneng tidak diproduksi secara massal. Agung mengatakan, Batik ini diproduksi bila ada pesanan saja. Hal tersbut, lanjutnya, membuat batik ini terkesan batik dengan edisi terbatas. "Produksinya terbentur modal jadi produksi terbatas. Jadinya kayak limited edition. Sengaja cetak sedikit-sedikit tapi dengan beragam motif dan warna," paparnya.
Sebagai produk UKM, Agung mengakui, masih banyak pihak memandang sebelah mata batik tersebut. Padahal, lanjutnya, batik tersebut dirasa mampu menyaingi kualitas bati-batik lain. Tidak main-main, batik bahkan telah mengantongi hak paten sebagai produk UKM khas Jurumudi Baru. Agung menjamin corak batik belum ada yang menyamai.
"Itu (pandangan masyarakat) tantangannya merubah kesan UKM setara dengan produk lain di mata masyarakat, UKM itu bisa bersaing dengan perusahan besar, Cuma memang kiat akui, kita modal kecil jadi partai kecil, mereka bahan bagus berani harga murah, kita main di corak di kualitas bahan saja, kalau bersaing harga belum bisa," ujarnya.
Kini, pihaknya tengah aktif menjalin kerjasama dengan sejumlah pihak untuk mengembangkan pemasaran batik ini. Salah satunya dengan sejumlah hotel dan bandara. Agung mengatakan, produk UKMnya juga telah berhasil dijual di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang. Dia berharap masyarakat bisa menerima Batik sebagai bagian dari pelestarian budaya Kota Tangerang.