Bagi Tukimin (52), kegiatan bercocok tanam dapat mendatangkan keuntungan.
Buktinya, warga Gembor, Periuk, mampu meraup Rupiah dari helai demi helai daun cincau miliknya. Bukan dengan mantra ajaib atau ajian tertentu, baginya cukup bermodalkan kemauan yang kuat untuk meraup berkah daun cincau.
.
Tukimin memang tak dapat dilepaskan dari kisah kesuksesan produk Cincau Madu Lembah Lek Ulo. Pergumulannya dengan cincau bermula dari kekagumannya terhadap hasil riset sejumlah peneliti terhadap daun bernama Mesona spp tersebut. Hasil penelitian itu menyebutkan bahwa pemberian ekstrak cincau secara rutin terhadap penderita tekanan darah tinggi terbukti mampu menurunkan tekanan darah tinggi secara signifikan. Sejak saat itu, berbagai hal mengenai cincau ia gali.
Calon doktor bidang administrasi pendidikan ini kemudian memberanikan diri membuka lahan perkebunan cincau di sejumlah tempat. Kini, tercatat ada ratusan hektar kebun cincau miliknya. Dia mengklaim, belum ada kebun cincau seluas kebun miliknya.
Ratusan hektar kebun itu tersebar di beberapa titik di Tangerang Raya. Begitu juga dengan tempat produksi cincau tersebut. Setidaknya ada 3 tempat produksi cincau miliknya hingga kini. "Ada di Alam Sutera Tangerang Selatan, Jakarta, dan di sini (RT 06/RW 07 Kelurahan Gembor, Kecamatan Periuk, Kota Tangerang)," paparnya.
Dari hulu hingga ke hilir, Tukimin menjajaki semua pengolahan cincau. Dari pembibitan, penanaman, pengolahan, hinnga pemasarannya. Tak tanggung-tanggung, cincau miliknya bahkan menjangkau sampai ke Istana Negara. Di samping bentuk warlaba cincau madu yang sudah berjalan 8 tahun.
Dosen Kampus Uhamka ini juga tidak mau sendirian merasakan berkah cincau.
Melalui waralaba Cincau Madu Lembah Luk Ulo, dia membuka kesempatan bagi siapa saja yang ingin bergabung. Hingga kini, tercatat ada 30 armada Cincau miliknya yang beroperasi, lima di antaranya merupakan mitra.
Keuntungan dari usahanya ini boleh dikata fantastis. Dia menghitung, satu armada mampu menghasilkan keuntungan Rp 400 ribu dalam sehari. Bayangkan keuntungan yang diraup Tukimin dalam sebulan. "Itu di hari biasa, kalau Ramadan bisa bertambah 2 kali lipat," imbuhnya.
Bukan perkara mudah mengelola cincau.
Tukimin menuturkan, sebelum menekuni cincau dia terlebih dahulu melakukan riset pasar. Dia meneliti animo masyarakat terhadap Cincau. Berangkat dari riset tersebut, dia memberanikan diri melepaskannya status Pegawai Negeri Sipilnya demi cincau. "Hasil (riset) luar biasa, masyarakat kita menyukai cincau. Bahan bakunya juga mudah diperoileh, dan ini mampu bertahan hingga 50 tahun," katanya.
Pergumulan Tukimin dengan cincau diakui sejumlah pihak. Pemerintah Kota Tangerang melalui Dinas Ketahanan Pangan bekerjasama dengannya untuk menularkan wawasan cincau kepada masyarakat luas.
Selain itu, dia juga kerap diminta oleh sejumlah lembaga pemberdayaan masyarakat untuk memberikan materi kewirausahaan. "Saya sering ngasih pembekalan calon pensiunan. Saya sampaikan bahwa usaha modal dikit gpp asal asal ditekuni, pada akhirnya mereka tertarik," katanya.
Tukimin tidak berhenti mengembangkan usahanya. Yang terbaru, dia tengah mengembangkan pemanfaatan cincau di atap rumah warga. Dia menuturkan, bila satu keluarga saja memiliki pohon cincau, ekonomi keluarga tersebut mampu terbantu secara signifikan. "Saya tawarkan ke masyarakat untuk menanam cincau, ini kan tanaman rambat seperti anggur. Bikin atap daun cincau, bisa meraup untung, kalau rumahnya kredit, cicil dari daun ini, kredit motor dari sini, anak kuliah dari sini," selorohnya.
Namun, manfaat cincau terhalang gengsi masyarakat. Tukimin mengatakan, profesi menjual cincau masih dianggap sebelah mata. Dia melakukan banyak cara agar cincau tidak dipandang sebelah mata.
Selain dengan pemasaran lewat waralaba, dia juga merambah pusat perbelanjaan dan hotel. "Kasarnya, mereka lebih memilih menganggur dari pada harus berjualan cincau, padahal gak gitu, buktinya saya," kata Tukimin yang mengaku pernah diusir saat berdagang dulu