Masjid Jami Kalipasir terletak di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Banten yang menyimpan sejarah panjang soal syiar Islam di Tangerang. Menjadi masjid tertua di Kota Tangerang, kini usianya sudah 445 tahun. Memiliki warna krem di dinding luarnya dan didominasi warna putih di bagian dalam dengan gentingnya berwarna hijau.
Bangunan Masjid Jami Kalipasir sejatinya menghadap ke arah barat, tepatnya menghadap ke Sungai Cisadane. Namun, tak ada pintu masuk di bagian muka masjid itu, hanya halaman utama terdapat sejumlah makam. Jemaah yang akan memasuki area peribadatan, pun berziarah ke makam-makam di sana, bisa masuk melalui pintu yang terletak di sisi utara dan sisi selatan masjid. Begitu memasuki area dalam masjid, jemaah akan melihat kokohnya empat pilar berwarna hitam yang berdiri tepat di bagian tengah Masjid Jami Kalipasir.
Hal yang menarik dari masjid ini berada di bagian empat pilar yang terbuat dari kayu. Selain itu, terdapat 11 kolom seperti ladam kuda, lima kolom di sisi selatan dan enam kolom di sisi timur, yang pada bagian atas dari lengkungannya terdapat list berbentuk setengah lingkaran dengan ukuran diameter kurang lebih 2-3 cm dan berwarna warni. Bagian menara masjid menyerupai bentuk pagoda dengan ukuran kurang lebih 10 meter.
Salah satu pilar pemberian Sunan Kalijaga Sjairodji menyatakan, empat pilar yang berdiri kokoh di dalam masjid itu sama sekali tidak pernah direvitalisasi. Bahkan, salah satunya merupakan pemberian istimewa dari Sunan Kalijaga, salah satu tokoh agama Islam yang juga Wali Songo
Berawal dari gubuk kecil sebelum ditetapkan sebagai masjid pada 1576, Masjid Jami Kalipasir sudah difungsikan sebagai tempat ibadah sejak seratusan tahun sebelumnya, tepatnya pada 1412. Saat itu, seorang penyiar agama Islam bernama Ki Tengger Jati datang dari Kerajaan Galuh Kawali. Mereka datang kemari dengan tujuan untuk syiar Islam. Yang sebelumnya, dia mempelajari agama Islam kepada seorang guru yang bernama Syekh Syubakir.
Saat Ki Tengger Jati tiba di Kota Tangerang, lahan di Kelurahan Sukasari, yang saat ini menjadi tempat berdirinya Masjid Jami Kalipasir, masih berupa hutan. Penyiar agama Islam itu lantas membuat gubuk kecil untuk tempat tinggal dan juga tempat beribadah. Kurun waktu empat tahun, 1416, ini semakin diperbesar tempat ibadahnya. Kenapa diperbesar? Ini pengaruh Sungai Cisadane, dulu namanya Sungai Cipamungkas yang merupakan jalur transportasi.
Karena Sungai Cisadane dilewati banyak orang, Masjid Jami Kalipasir yang persis di seberang sungai itu didatangi banyak pelancong. Banyak orang yang singgah dan menetap di masjid tersebut. Faktor itulah yang membuat masjid tersebut diperluas. Kegiatan peribadatan terus berjalan di Masjid Jami Kalipasir, hingga pada 1445 ada seorang ulama dari Persia yang singgah di masjid tersebut. Ulama besar itu bernama Said Hasan Ali Al-Husaini, atau lebih dikenal dengan nama Syekh Abdul Jalil.
Tujuan asli beliau sebenarnya bukan ke sini, tapi ke daerah lain di Banten, tapi singgah di sini. Dengan kedatangan beliau di sini juga, masjid semakin diperbesar. Sejak 1412 hingga saat ini, Masjid Jami Kalipasir selalu digunakan sebagai tempat peribadatan muslim.