Memasuki bulan Agustus, cuaca di Indonesia tak terkecuali Kota Tangerang pastinya tengah mengalami musim kemarau. Namun, dalam pernyataan resminya, BMKG menyatakan musim kemarau 2023 ini lebih kering dibandingkan tiga tahun sebelumnya. Musim kemarau 2023 menjadi lebih kering dan curah hujan sangat rendah. Hal ini terjadi karena adanya fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang terjadi di Samudra.
Menanggapi situasi ini, BPBD Kota Tangerang telah menyiagakan Posko Siaga bersama sejulah stakeholder terkait, dengan menyiagakan seluruh sarana prasarana terkait kebakaran dan mitigasi lainnya. Pasalnya, musim kemarau tahun ini diindikasi meningkatkan risiko kebakaran.
Kepala BPBD Kota Tangerang, Maryono Hasan pun menginbau pada seluruh masyarakat untuk dapat memanfaatkan seluruh sumur-sumur serapan, dan menghemat penggunaan air dalam aktivitas sehari-hari. Selain itu, diimbau untuk tidak membakar sampah atau ranting pohon di lahan kosong yang berpotensi mengakibatkan kebakaran. Serta menjaga konsleting listrik dimasing-masing rumah atau pun tempat usaha.
"OPD terkait juga diimbau memaksimalkan daya tampung air seperti danau, sungai maupun kali dan juga berkoordinasi dengan PDAM terkait suplai air bersih. BPBD pun terus berkoordinasi dengan BMKG terkait perkembangan situasi dan kondisi, untuk terus menyiapkan mitigasi terbaik untuk Kota Tangerang," jelas Maryono.
Sementara ituc Pejabat Madya Pengamat Meteorologi dan Geofisika (PMG), BMKG Stasiun Geofisika Klas 1 Tangerang, Maria Evi Trianasari mengungkapkan indeks El Nino pada Juli kemarin mencapai level moderate. Sementara IOD sudah memasuki level index yang positif. Fenomena El Nino dan IOD Positif saling menguatkan, sehingga membuat musim kemarau 2023 menjadi lebih kering dan curah hujan pada kategori rendah hingga sangat rendah.
“Puncak kemarau kering 2023 diprediksi akan terjadi pada Agustus hingga awal September dengan kondisi akan jauh lebih kering dibandingkan tahun 2020, 2021 dan 2022. Fenomena ini pun berpotensi mengganggu ketahanan pangan nasional, karena adanya ancaman gagal panen pada lahan pertanian tadah hujan,” ungkap Maria, saat dihubungi.
Ia pun menjelaskan, El Nino merupakan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normal yang terjadi di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur. Pemanasan ML ini mengakibatkan bergesernya potensi pertumbuhan awan dari wilayah Indonesia ke wilayah Samudra Pasifik Tengah dan Timur. Sedangkan Indian Ocean Dipole adalah fenomena penyimpangan SML di Samudra Hindia, penyimbangan SML ini dapat menyebabkan berubahnya pergerakan atmosfer atau masa udara.
“Dengan ini, pada fenomena El Nino menyebabkan kekeringan yang diperlukannya antisipasi dan di fenomena IOD menyebabkan berkuranganya curah hujan, sehingga menjadi kekeriangan yang lebih kering dibanding tahun-tahun sebelumnya,” tegasnya.
Dalam dua fenomena ini, kata Maria nilai positifnya ialah potensi panen garam akan meningkat, potensi tangkapan ikan juga akan meningkat, serta meningkatnya produksi padi pada lahan rawa lebak. Sedangkan untuk negatifnya, pastinya kekeringan sumber daya air bersih, berpotensi gagal panen dan meningkatnya risiko karhutla.
“Masyarakat diimbau untuk bisa menghemat penggunaan air dalam aktivitas sehari-hari, serta menampung hujan yang masih mungkin turun sebagai cadangan air dan cegah karthula. Terus melakukan update informasi melalui BMKG sekitar, baik terkait cuaca, El Nino atau pun IOD,” imbaunya.(bun)